JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dalam penggunaan internet. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa kita terikat oleh aturan tertentu saat memanfaatkannya. Bahkan kalau dilanggar bisa-bisa kita berurusan dengan hukum.
"Di dalam internet ada filosofi estetik, etika, agama dan kepentingan publik," kata Priyambodo RH, Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) Menurut Priyambodo yang juga Ketua Bidang Multimedia Persatuan Wartawan Indonesia kita kerap tidak awas terhadap kesepakatan yang ditawarkan sebelum kita membuat surat elektronik (email). "Kita main yes-yes aja. Padahal saat kita yes kita sepakat pada aturan mainnya," ucapnya.
Aturan main itu seperti kita sepakat untuk tidak menyebarkan informasi pornografi, pedofilia, tidak menyinggung soal etnis, agama, atau apapun yang berpotensi menimbulkan ketersinggungan sosial.
Belajar dari kasus Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik melalui email, ungkap Priyambodo, sebaiknya di akhir email kita beri catatan. Terutama untuk email yang berpotensi menyinggung orang lain. "Sebaiknya untuk email seperti itu ditambahi di bawahnya, email ini bersifat pribadi tidak untuk disebarluaskan," tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, ia mengharapkan kita tidak terlalu cepat membalas komentar orang lain yang membuat kita tersinggung melalui email maupun situs pertemanan. Kita baca dulu dengan tenang lalu balaslah dengan santun. "Jangan sampai reaksi kita berimplikasi pada pelecehan balik. Dengan ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) bisa berimplikasi ke hukum," ungkap Priyambodo.
Hal yang sama, tambahnya, juga berlaku bagi kita yang memanfaatkan sarana mailing list. "Sebelum masuk kita harus sepakat dulu aturannya, seperti tidak ada kata-kata SARA, dilarang caci maki, pelecehan, tidak membuat kalimat dengan huruf kapital semua dan berwarna merah karena berkonotasi marah," ucapnya.
ONE
0 Komentar:
Posting Komentar